Samarinda – DPRD Provinsi Kaltim masih menunggu petunjuk teknis (Juknis) untuk mengatur penganggaran Peraturan Daerah (Perda) Nomor 05 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Bantuan Hukum.
“Meski Perda tersebut talah diterbidkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 56 Tahun 2021 yang mengatur secara teknis, namun Juknis mengatur penganggaran tentang pelaksanaan bantuan hukum masih disusun,” kata anggota DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono saat mensosialisasikan Perda No.5/2019, beberapa waktu lalu.
Lanjutnya, nanti pada rapat anggaran akan dibahas kembali. Memang Pergub-nya sudah ada, namun bagaimana besarannya dalam satu kasus belum diketahui oleh karena itu perlu dikaji.
Salah satu contoh, di Kota Samarinda akan berbeda dengan di Kabupaten Kukar, di Kukar pun juga dari 20 kecamatan beda-beda untuk biayanya. Per kasus penyelesaiannya berbeda beda.
“Saya sudah menghubungi Kepala Biro Hukum, bahwa hal ini masih digodok, artinya kita tunggu berapa biayanya,” kata Sapto di dampingi narasumber Suwardi Sagama dan Hefni SH MH.
Ia mencontohkan, bantuan hukum yang dianggarkan Kementerian Hukum dan HAM dengan nilai Rp5.000.000 perkasus. Jika melihat anggaran itu diukur untuk di Kaltim hanya sampai dimana.
“Kita tidak bicara standar namun kita bicara kebutuhan dan bukan bicara keinginan,” katanya.
Sapto menjelaskan, Misalnya melakukan bantuan hokum di daerah Kecamatan Muara Ancolong Kabupaten Kutai Timur dengan nilai anggaran sekian, transportasi sekian, logis dan wajar tidak wajarnya akan dibuat. DPRD akan mendorong Pemprov Kaltim untuk mempercepat menentukan anggaran yang wajar.
Sementara itu, narasumber pada sosialisasi Perda Penyelenggaraan Bantuan Hukum tersebut Akademisi Bidang Hukum Suwardi Sagama SH MH, menjelaskan terkait masalah hukum yang mungkin menimpa warga.
“Misalnya terjadi pelanggaran kontrak kerja diperusahaan, atau individu satu dengan individu lain membuat kesepakatan namun salah satu pihak dicurangi atau istilah lainnya wanprestasi /perjanjian tidak terpenuhi, itu bisa mendapatkan bantuan hukum,” kata Suwardi.
Lanjutnya, dengan adanya Perda bantuan hokum, dimungkinkan orang mendapatkan dan mengakses bantuan ini secara cuma-cuma tanpa dipungut biaya sedikitpun.
“Bantuan yang akan diberikan sejak awal sampai akhir, dengan catatan yaitu tidak menarik kuasa. Umumnya dikhawatirkan karena tidak puas dengan bantuan hukum ini, lalu menarik kuasanya, akhirnya tidak mendapat bantuan. Jadi ketika mendapat bantuan sampai putusannya inkrah atau tetap,” kata Suwardi.
Tak hanya itu, hal menarik lain yang diatur dalam Perda tersebut adalah bantuan membuka ruang bagi mahasiswa program studi hukum. “Dimungkinan mahasiswa untuk membantu dengan syarat dan ketentuan yang telah diatur dalam pedomannya yaitu Pergub 56 Tahun 2021,” sebutnya.
“Jadi bantuan hukum ini tidak terbatas pada pengacara, bahkan dosen juga dimungkinkan memberikan bantuan hukum,” kata Suwardi.(*)