Samarinda – Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menilai penolakan Mahkamah Konstitusi (MK) atas permohonan gugatan perselisihan hasil pemilu (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dari pihak pasangan calon nomor urut 01 dan 03, tidaklah mengejutkan.
Ia menjelaskan bahwa ada tiga alasan utama yang mendasari prediksinya. Pertama, ia berpendapat bahwa MK terikat oleh keputusan sebelumnya dalam perkara nomor 90 yang melibatkan Gibran.
“Jika MK mengabulkan permohonan ini, itu akan bertentangan dengan keputusan mereka sendiri,” ujar Castro.
Kedua, Castro menyoroti bahwa MK belum bisa mengatasi batasan prosedural untuk memutuskan kasus yang bersifat lebih substantif. “Ini sangat disayangkan karena ada aspek-aspek penting yang perlu dipertimbangkan lebih jauh,” tambahnya.
Alasan ketiga, ia mengkritik komposisi hakim yang memutuskan dengan perbandingan 5:3. Menurut Castro, seharusnya ada setidaknya lima hakim yang memiliki tanggung jawab moral untuk mengoreksi keputusan sebelumnya.
“Namun, tampaknya ada kecenderungan untuk menghindari dampak politik yang mungkin timbul jika permohonan diterima,” ungkapnya.
Salah satu hakim, Suhartoyo, menjadi sorotan Castro karena dianggap tidak konsisten dengan sikapnya pada putusan sebelumnya.
“Ini menunjukkan adanya ketidakpastian dalam pengambilan keputusan di tingkat yang paling tinggi,” tutup Castro.
Ia menambahkan, keputusan MK ini tentunya akan berdampak pada penyelenggaraan pemilu mendatang dan menjadi topik diskusi hangat di kalangan para ahli dan masyarakat umum.
Pada Senin ini Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pembacaan putusan Pilpres 2024. Dalam putusan-nya MK menyatakan menolak seluruh permohonan pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, serta menolak seluruh permohonan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.(Fan)