Berpendidikan yang tinggi seharusnya membuat kita berpikir lebih ilmiah, mengunakan indikator-indikator logika yang berstruktur. Bukannya malah menjadikan perasaan semata. Karena perasaan itu mudah dimanipulasi oleh iklim, cuaca hingga input bawah sadar yang berulang-ulang (repetisi).
Mengapa orang pintar bisa oercaya kepada hoax? Karena lebih memperturutkan perasaan dan meninggalkan prinsip ilmiah dalam menganalisa. Apalagi biasanya hoax diciptakan oleh pembuatnya dengan memanipulasi kenyataan. Sehingga terkesan benar padahal salah.
Paling tidak ada dua jenis hoax yang sering tersebar di masyarakat. Yang pertama adalah hoax yang merupakan kebobongan murni. Hoax seperti ini sangat mudah terdeteksi, karena cukup dengan mengkonfirmasi isi berita ia sudah kelihatan.
Yang kedua adalah hoax yang berbentuk disinformasi. Hoax jenis ini sangat sulit diketahui bila tidak semua komponen dikonfirmasi. Mengapa demikian? Karena disinformasi pada dasarnya dibuat dari beberapa informasi yang asalnya benar, namun diberikan narasi penghubung yang menyesatkan.
Contoh hoax yang merupakan disinformasi adalah video orang di china yang berbondong-bondong shalat di masjid beberapa waktu lalu.
Video tersebut asli (benar) namun waktu dan momennya dimanipulasi. Diberi narasi bahwa itu shalat yang dilakukan orang-orang china pada saat ada wabah corona, lalu mereka melihat orang Islam tidak ada yang terjangkit. Sehingga beramai-ramai mereka shalat di masjid.
Padahal? Itu adalah rekaman shalat idul fitri beberapa tahun sebelumnya.
Jadi, video shalatnya adalah benar terjadi hanya saja waktu dan momennya dimanipulasi. Maka jadilah dia hoax, meskipun bukan video palsu. (Copas)