Ini hanya fiktif. Khayalan saya semata. Kalau ada kesamaan nama, tempat atau ucapan, berarti sebuah kebetulan.
Misalnya orang tua marah-marah sambil memaki:
Dasar guru makan gaji buta. Dia yang guru kok kita yang disuruh mengawasi anak belajar. Enak saja mereka main perintah, ngasih tugas lalu anak kita dan kita sendiri yang kalang kabut mengerjakan.
Dikira murah apa kuota internet? Apalagi anak kami banyak, semua perlu beli HP dan kuota. Mana ekonomi lagi sulit. HP kami juga diperlukan buat bekerja.
Belum lagi waktu yang sebenarnya bisa buat bekerja terpaksa digunakan untuk mengawasi anak di rumah. Kacau semua urusan rumah tangga gara-gara guru ngasih tugas jarak jauh kepada anak-anak kami.
Guru sendiri mungkin juga berkata:
Tuh, rasain orang tua bagaimana susahnya mendidik anak anda! Selama ini anda tahunya hanya menuntut dan menuntut guru. Kami loh mendidik ratusan siswa sekaligus tiap hari, lah anda hanya mengurusi satu anak saja sudah kalang kabut kan?
Selama ini, guru mencubit anaknya sedikit saja, langsung lapor polisi, komisi perlindungan anak, bahkan kalau perlu Komnas HAM. Guru kasar sedikit sudah dipenjarakan.
Sekarang tahukan betapa bebal dan bodohnya anak anda?
Sang siswa mungkin juga mengeluh:
Bagaimana kami mau pintar kalau fasilitas nggak dipenuhi oleh orang tua. HP satu buat bergantian mana bisa kami fokus belajar? Sementara mereka selalu menuntut kami juara atau rangking tiap bagi raport.
Sudah gitu mereka bisanya marah-marah melulu. Mereka yang nggak faham apa yang kami kerjakan kok kami yang disalahkan.
Belum lagi tuh guru-guru koplak semua. Masak bikin tugas kok susah amat dikerjakan. Malah ada guru yang ngasih tugas harus diketik dan diprint. Lah, kami yang nggak punya laptop dan printer kan terpaksa harus ke warnet. Katanya belajar di rumah supaya mencegah Corona, kalau kami ngumpul di warnet sama juga bohong.
LALU?
Apakah dengan keluh kesah bahkan caci maki seperti contoh (perumpamaan) di atas semua masalah akan berakhir? Guru jadi memberi tugas ringan? Orang tua jadi pandai mengendalikan anaknya? Akhirnya si anakpun jadi cerdas dan bahagia?
Saya rasa tidak…! Karena bagaimanapun masalah tidak akan selesai dengan hujatan, nyinyiran apalagi caci maki.
Semua kita harus menurunkan ego, berusaha saling memahami, dan bersinergi mencari solusi. Ya, merundingkan bagaimana baiknya menghadapi kesulitan ini, adalah jalan yang mesti diambil.
Hentikan saling menyalahkan! Stop saling menyinyir dan memojokan pihak lain! Ingatlah bahwa kepentingan utama kita adalah bagaimana mendidik anak bangsa agar bisa tetap belajar dan pintar meski kondisi sedang pandemi?
Bagaimana caranya agar kondisi sosial ekonomi yang ada tidak menghambat pendidikan generasi bangsa? Sehingga kita tidak kehilangan satu generasi kedepannya.
Dan ini mungkin perlu peran utama pemerintah terutama instansi dan lembaga yang bertanggung jawab soal pendidikan. Lembaga inilah yang menjadi inisiator terjadinya sinergi seluruh komponen pendidikan untuk duduk bersama merundingkan jalan keluar.
Ingatlah bahwa kepentingan bersama yang bisa menyatukan kita adalah masa depan anak-anak kita. Merekalah objek pendidikan yang harus kita perjuangkan. Bukan ego guru, bukan gengsi orang tua, dan bukan prestise pemerintah.
Tapi sekali lagi… Kepentingan generasi anak didik sebagai generasi penerus bangsa.
Wallahu A’lam
(***)