Samarinda – Sampai awal tahu 2022 virus Covid-19 belum berakhir justru timbul varian baru yaitu jenis omicron. Sejak awal pandemi, pemerintah memprioritaskan kesehatan dalam penyelenggaraan pendidikan dengan mempertimbangkan perkembangan anak. Sudah satu tahun lebih sekolah tidak mengadakan pembelajaran tatap muka (PTM), pembelajaran dilakukan dari rumah secara daring.
Belajar dari rumah menjadi pilihan paling rasional dalam kegiatan pembelajaran saat pandemi karena untuk meminimalisasi potensi penyebaran virus korona di lingkungan sekolah. Belajar dari rumah pada masa pandemi yang telah diterapkan tidak terlepas dari prinsip mengutamakan kesehatan dan keselamatan siswa dan guru.
Pembelajaran daring pada praktiknya memberikan makna bagi pihak-pihak yang terkait langsung dengan pendidikan seperti guru, siswa, orang tua, dan pemerintah selaku pemangku kebijakan.
Problematika Pembelajaran Daring
Pembelajaran secara daring sebenarnya kurang diminati oleh siswa karena materi yang disampaikan oleh guru kepada siswa kurang maksimal. Selain itu ternyata pembelajaran daring menimbulkan masalah bagi guru, siswa, dan orang tua.
Keluhan yang disampaikan oleh orang tua siswa antara lain sarana untuk pembelajaran daring mulai dari handphone (HP), paket kuota internet, dan jaringan yang sulit dijangkau. Sisi negatif pembelajaran daring pada siswa adalah siswa kehilangan semangat belajar, kedisiplinan, dan tanggung jawab.
Kebanyakan tugas siswa dikerjakan oleh orang tua sehingga guru sulit untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa. Orang tua juga merasa kesulitan dengan tugas yang diberikan guru karena mereka harus menjelaskan kepada anaknya di rumah.
Para siswa sebenarnya sangat menginginkan proses belajar secara tatap muka (PTM), karena mereka dapat berinteraksi secara langsung dengan guru. Interaksi dapat membangun kedekatan personal antara guru dan siswa, dengan kedekatan personal tersebut maka siswa dapat memahami materi dengan mudah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa siswa adalah maskhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan makhluk yang lain. Jika jiwa sosial siswa terus menerus dikekang dikhawatirkan akan menjadi pribadi yang individualis.
Sisi negatif yang lain bahwa pembelajaran daring dinilai kurang inovatif karena guru belum dapat membuat siswa bersemangat untuk pembelajaran secara daring. Guru menjelaskan materi secara konvensional tanpa ada inovasi yang menarik bagi siswa selama pembelajaran daring.
Selain itu pembelajaran secara daring juga terganggu dengan masalah jaringan internet. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bahwa masih ada beberapa wilayah yang belum dijangkau sinyal internet. Sedangkan internet memegang peranan penting dalam pembelajaran secara daring.
Persoalan ketersediaan kuota internet juga menjadi masalah bagi siswa khususnya mereka berlatar belakang ekonomi menengah ke bawah. Pemerintah sebaiknya memberikan bantuan atau subsidi kuota internet bagi siswa yang berlatar belakang ekonomi ke bawah agar mereka dapat mengikuti pembelajaran daring secara efektif.
Pembelajaran Tatap Muka Sebagai Solusi
Upaya untuk menyelamatkan pendidikan di Indonesia dari dampak pandemi Covid-19, Kemendikbud-Ristek mengeluarkan berbagai kebijakan untuk memfasilitasi anak-anak agar dapat belajar secara layak. Salah satu kebijakan tersebut adalah pembelajaran tatap muka (PTM).
Kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) ini berangkat dari keprihatinan dalam menghadapi bencana global yaitu pandemi Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir (Sri Wahyuningsih, 2021).
Sejumlah penelitian memaparkan bahwa para pelajar kehilangan setidaknya 1/5 bobot pembelajaran sejak sekolah ditutup. Namun untuk siswa yang berasal dari keluarga dengan akses terbatas pada pendidikan, penutupan sekolah dinilai telah mengakibatkan ketertinggalan ketuntasan belajar lebih besar dari 60%.
Hal ini tentu saja menjadi kekhawatiran yang serius karena di sekolah dengan infrastruktur dan sistem pendidikan yang lemah, para siswa dipekirakan hanya memiliki capaian progres yang sangat kecil. Data dari internal kementerian pendidikan turut menambahkan adanya temuan kekerasan dalam keluarga yang dipicu tekanan pembelajaran selama masa pembelajaran daring (Media Indonesia,2021).
Pembelajaran secara tatap muka (PTM) dapat menjadi obat bagi para siswa yang sudah mulai jenuh belajar secara daring. Pembelajaran tatap muka (PTM) lebih diminati siswa karena mereka dapat melakukan interaksi sosial baik dengan guru maupun dengan siswa lainnya.
Untuk menjaga nilai-nilai sosial maka sekolah yang termasuk dalam zona hijau dan kuning diharapkan dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar tatap muka (PTM). Pelaksanaan PTM (Pembelajaran Tatap Muka) hendaknya tetap memperhatikan protokol kesehatan seperti menjaga jarak, cuci tangan dengan sabun, dan memakai masker.
Sebaiknya harus ada fasilitas di sekolah seperti tempat cuci tangan, sabun cuci tangan, tisyu/lap tangan, dan masker cadangan untuk menyiapkan apabila siswa datang ke sekolah lupa tidak memakai masker maka mereka dapat menggunakan masker yang disediakan di sekolah.
Setiap hari sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai semua ruangan termasuk kelas harus disemprot cairan disinfektan terlebih dahulu. Setiba di gerbang sekolah semua siswa harus dites suhunya, jika lebih dari 37 derajat celcius maka siswa tersebut tidak diperkenankan masuk ke ruang kelas.
Siswa harus mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memasuki kelas. Selama kegiatan pembelajaran mereka diberi waktu istirahat 15 menit namun istirahat tersebut dilakukan di dalam kelas dan semua siswa diharuskan membawa bekal makanan dan minuman dari rumah.
Berkaitan dengan munculnya varian baru yaitu omicron merupakan tantangan pembelajaran tatap muka (PTM). Jika pembelajaran tatap muka (PTM) tetap dilaksanakan maka pihak sekolah harus mengantisipasi penyebaran virus omicron dan menutup rantai varian omicron tersebut.
Dalam survei awal di berbagai wilayah Indonesia bahwa responden yang siap melaksanakan pemebelajaran tatap muka lebih banyak persentasenya daripada yang tidak siap (Media Indoneisa, 2021).
Tujuan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi sangat sulit jika untuk mengejar ketertinggalan siswa selama belajar daring. Karena kosentrasi guru terbagi-bagi untuk mengejar target kurikulum dan harus menjamin siswa aman dari penularan Covid-19.
Dengan demikian fokus guru yang paling utama adalah tentang protokol kesehatannya. Menteri Pendidikan Kebudayaan-Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim memastikan bahwa pembelajaran tatap muka tidak akan dihentikan meskipun ditemukan kasus positif di ribuan sekolah.
Kemendikbud ristek terus memonitor kasus penyebaran dan penularan Covid-19 di sekolah yang menggelar pembelajaran tatap muka (Merdeka.com)
Sekolah yang tetap melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) harus menguatkan protokol kesehatan. Pemerintah tetap mengedepankan kesehatan dan keselamatan bagi semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran tatap muka (PTM). Peran orang tua juga tetap menjadi yang utama, siswa diperbolehkan kembali belajar ke sekolah jika mendapat izin dari orang tua.
Berbagai kasus positif Covid-19 yang terjadi pada siswa di berbagai daerah harus dijadikan pelajaran penting bagi daerah lain. Sehingga kasus serupa tidak terulang dan pembelajaran tatap muka (PTM) dapat dijalankan dengan aman. Selain itu perhatikan juga peluang penularan di luar rumah, perjalanan dan saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.
Inilah yang menjadi dilema pembelajaran tatap muka (PTM) saat pandemi, satu sisi dapat menimbulkan penularan virus korona karena sulit menghindari kerumunan di sekolah. Sedangkan sisi yang lain jika pembelajaran tatap muka (PTM) tidak dilaksanakan maka nasib pendidikan anak-anak makin terpuruk.