Komisi III dorong alih status jalan antara Kabupaten Mahulu dan Malinau

Loading

Komisi III DPRD Kaltim usai menggelar RDP terkait akses jalan masyarakat yang rusak menghubungkan antara Kabupaten Mahulu dan Malinau (Foto: Humas DPRD Kaltim)

 

Samarinda – Komisi III DPRD Kaltim menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kaltim, Dinas PUPR-PERA Kaltim, Dinas Kehutanan Kaltim, PT. Sumalindo Lestari Jaya (SLJ) Global dan Lembaga Adat Dayak Kenyah (LADK) Kaltim.

 

Pertemuan tersebut guna membahas terkait persoalan jalan akses masyarakat dari Kecamatan Long Bagun Kabupaten Mahulu Provinsi Kaltim menuju perbatasan Kabupaten Malinau Provinsi Kaltara yang melewati kawasan konsesi PT. SLJ Global di Kabupaten Mahulu.

 

Ketua LADK Kaltim Ajang Kedung mengatakan, pihaknya dalam pertemuan tersebut membawa aspirasi dari masyarakat terkait kerusakan di beberapa ruas jalan sepanjang 122 kilometer antara Kabupaten Mahulu dan Kabupaten Malinau.

 

“Harapan kami dari beberapa pertemuan yang lalu sampai kita melakukan RDP, bisa mendapatkan satu keputusan atau kesimpulan, terutama soal legalitas jalan tersebut,” katanya.

 

Menanggapai aspirasi masyarakat tersebut Ketua Komisi III DPRD Kaltim, Veridiana Huraq Wang menjelaskan bahwa jalan masyarakat yang rencananya akan tersentuh penanganan dari pemerintah masih merupakan kawasan konsesi PT. SLJ Global.

 

Oleh sebab itu, lahan tersebut harus lebih dulu di alih status menjadi jalan negara, provinsi atau jalan kabupaten, sehingga peningkatan jalan melalui APBD dapat dilakukan.

 

“Ini sebetulnya merupakan jalan lintas provinsi antara Provinsi Kaltim dan Kaltara, belum bisa dilakukan penanganan karena masih dalam kawasan konsesi,”  kata Veridiana yang didampingi anggota komisi III  lainnya yakni Ekti Imanuel, Agus Aras, Amiruddin, dan Sutomo Jabir.

 

Menurutnya, selama ini belum ada jalan pemerintah yang menghubungkan kedua provinsi itu, sehingga area konsesi perusahaan digunakan sebagai jalan masyarakat. Dari jalan sepanjang 122 kilometer itu, sebagian di antaranya sudah tidak digunakan sebagai kawasan konsesi.

 

“Di situ masyarakat meminta agar ada perhatian untuk jalan tersebut, tapi harus ada proses yang dilalui,” tandasnya.

Veridiana meminta kepada pihak perusahaan agar dapat memberikan petunjuk terhadap ruas jalan mana yang bisa dilepas agar kemudian penanganan jalan bisa dilakukan oleh pemerintah. (*)