Diskominfo-Kaltim

Prosesi Beluluh Sultan Ing Martadipura Adji Muhammad Arifin

Loading

Acara Beluluh Sultan Ing Martadipura Adji Muhammad Arifin sebagai rangkaian pesta adat, seni dan budaya Erau (Foto: Kominfo Kaltim)

 

Tenggarong- Prosesi Beluluh Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura Adji Muhammad Arifin, digelar di Kedaton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, sebagai rangkaian pesta adat, seni dan budaya Erau yang digelar 20 September hingga 3 Oktober 2022.

 

Prosesi Beluluh diadakan untuk mensucikan Sultan Kutai dari berbagai unsur kejahatan, baik yang terlihat maupun tidak terlihat. Pada ritual Sultan didudukkan disebuah balai dan menjalani sejumlah tahapan.

 

Saat ritual Beluluh dimulai, Sultan didudukkan sejenak di atas tilam kasturi. Tak berselang lama, Sultan bangkit dan menaiki balai bambu dengan memijak pada pusaka batu tijakan. Kemudian, Sultan duduk di bagian tertinggi dari balai, di bawah ikatan daun beringin (rendu) dan dipayungi selembar kain kuning yang disebut kirab tuhing.

 

Proses selanjutnya acara tepong tawar. Pada prosesi ini, Dewa (wanita pengabdi ritual) memercikkan air kembang ke sekeliling Sultan. Selanjutnya, Sultan mengusap kepalanya dengan air tersebut dan Dewa akan menaburkan beras.

 

Setelah Tepong Tawar selesai, dilakukan prosesi Menarik Ketikai Lepas. Ketikai Lepas adalah sejenis anyaman dari daun kelapa yang akan terurai jika ditarik kedua ujungnya. Pada ritual ini, Sultan akan memegang salah satu ujung dari anyaman daun tersebut, sedangkan ujung lainnya akan ditarik oleh seorang tamu kehormatan – yang biasanya pejabat daerah atau orang yang ditunjuk khusus oleh kerabat Kesultanan. Prosesi ini menjadi penutup dari Beluluh.

 

“Kegiatan Prosesi Beluluh itu dihadiri Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Sekretariat Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Akhmad Taufik Hidayat beserta unsur Forum Koordinsi Pimpinan Daerah, kerabat Kesultanan dan beberapa pejabat di lingkungan Pemkab Kukar,” kata Sekretaris Panitia Erau Dedi.

 

Dedi menyebutkan, Beluluh berasal dari gabungan kata “buluh” yang berarti batang bambu dan “luluh” yang berarti musnah. Nama tersebut mengacu pada balai bambu bertingkat tiga yang digunakan sebagai singgasana bagi Sultan atau Putra.(*)