Samarinda – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong sektor swasta untuk menerapkan sistem manajemen antikorupsi, untuk menghindari peluang terjadinya tindakan pelanggaran hukum yang menyebabkan kerugian keuangan pemerintah atau negara.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango di Samarinda, Rabu mengungkapkan tingginya angka korupsi yang melibatkan pelaku sektor swasta merupakan gambaran kontraproduktif yang terjadi di Indonesia. Di balik angka tersebut, sektor swasta, khususnya badan usaha merupakan lini yang punya kontribusi besar dalam pembangunan Indonesia.
Nawawi Pomolango menjelaskan, berdasarkan jenis profesi sebanyak 359 orang pelaku usaha tercatat pernah berurusan dengan KPK. Ironisnya, kebanyakan dari mereka terjerat dalam kasus penyuapan yang biasanya dilakukan pada saat membuat perizinan bagi usaha yang dijalankan.
“Pencegahan korupsi perlu melibatkan seluruh elemen bangsa sesuai dengan kedudukan dan kapasitas masing-masing. Salah satu elemen yang digandeng oleh KPK adalah teman-teman dari sektor swasta,” kata Nawawi dalam Diskusi Publik bertajuk Persyaratan Dasar dalam Perizinan Berusaha di Aula Odah Etam, Kompleks Kantor Gubernur Kalimantan Timur.
Lebih lanjut, Nawawi mengatakan lingkungan bisnis yang tidak berintegritas akan membuat kompetisi menjadi tidak sehat, investasi terhambat, dan pada akhirnya merugikan masyarakat karena tersendat lapangan pekerjaan.
Oleh karenanya, KPK mendorong pelaku usaha dan pemerintah daerah untuk menjalankan dunia usaha dengan penuh integritas serta mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Kepala Satgas III Direktorat Antikorupsi Badan Usaha KPK Dwi Aprillia Linda menjelaskan, data The World Bank Group mencatat tidak kurang sebesar USD 1 triliun suap dibayarkan setiap tahunnya di seluruh dunia. Perlu diketahui, suap memberikan dampak negatif secara ekonomi, moral, dan sosial.
“Di dalam sebuah perusahaan praktik suap meningkatkan biaya operasional yang berpotensi besar menurunkan performa perusahaan bahkan kebangkrutan. Tidak hanya soal growth saja tapi juga aspek sustainability,” kata Dwi.
Untuk mencapai keberlangsungan usaha tersebut, Dwi menjelaskan pengusaha harus memperhatikan aspek etika dalam berbisnis, salah satunya implementasi dengan regulasi antikorupsi. Tentunya, para pelaku usaha harus menjauhi tiga jenis korupsi yakni pemerasan, penyuapan, dan gratifikasi.
Dalam mengimplementasikan sistem manajemen anti penyuapan, KPK memberikan bimbingan pembangunan sistem pengendalian organisasi pada badan usaha. Kemudian melakukan pemantauan, evaluasi, rekomendasi, dan sosialisasi pencegahan korupsi di sektor swasta. KPK turut melakukan pendekatan baik dari individu, korporasi, maupun lingkungan usaha.(*)