Warga keluhkan banjir lumpur dampak kegiatan penambangan batu bara

Loading

Warga Sanga-Sanga Dalam membentangkan spanduk yang berisikan penolakan kegiatan penambangan batu bara  yang berdampak pada wilayah mereka  tergenang banjir lumpur (Foto: Ahmad/Ist)

Kutai Kartanegara- Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Muhammad Samsun menerima aduan atau keluhan warga RT 24 Kecamatan Sanga-Sanga Dalam, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar)  daerah mereka  tergenang  banjir lumpur  dampak dari kegiatan pertambangan batu bara  oleh perusahaan tambang.

“Beberapa tahun terakhir saya menerima aduan warga lagi, karena daerah mereka mengalami banjir lumpur  dampak dari kegiatan  pertambangan  oleh CV Sanga Sanga Perkasa (SSP). Padahal  Izin Usaha  Pertambangan (IUP) mereka  telah berakhir,” kata Samsun di Kukar, Senin.

Samsun  mempertanyakan kenapa bisa ada pengeluaran izin tanpa rekomendasi dari bawah, ini hal aneh  seharusnya ada rekomendasi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kukar . Jika ditelusuri DLH Kabupaten jelas tidak memberikan dukungan untuk perpanjangan IUP CV SSP.

Dikemukakannya,  memang perpanjangan IUP itu tanpa melalui persetujuan DPRD, namun ini dapat dikatakan sebagai temuan DPRD Kaltim bahwa ada IUP yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat tanpa koordinasi dengan Pemerintah Daerah.

” Ini menjadi temuan,  perpanjangan IUP CV SSP di  RT 24 Sanga-Sanga Dalam, tanpa seizin pemerintah daerah. Sebab  DLH Kukar jelas menolak perpanjangan izin itu, bahkan  masyarakat setempat pun menolak dan mempertanyakan keluarnya izin baru tersebut,” ujar  Samsun.

Oleh karena itu, katanya  DPRD  Kaltim akan mengusut tuntas kejelasan perpanjangan IUP CV SSP di Sanga Sanga Dalam tersebut.

Menurutnya, persoalan dampak pertambangan batubara di  Kaltim seolah tidak pernah berakhir, seperti baru-baru ini dikeluhkan warga  Kecamatan Sanga Sanga Dalam, Kabupaten Kutai Kartanegara yang mengadu  wilayah mereka  kerap dilanda banjir lumpur.

Sekretaris RT 24 di Kecamatan Sanga Sanga Dalam Dasi  membenarkan di  wilayah mereka kerap dilanda banjir lumpur. Kalau dirunut  bencana  tersebut  terjadi  sejak kehadiran CV SSP kurang lebih sekitar 10 tahun  melakukan aktivitas pertambangan.

“Sepengetahuan saya, jika perusahan berbentuk CV tentunya hanya diberikan izin produksi di bawah 100 hektare dan berdasarkan  SK yang ketahui, masa Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik CV SSP telah berakhir sejak 2014.

Namun produksi pertambangan kembali dilanjutkan pada tahun 2018 hingga saat ini. Karena menurut CV SSP sendiri, mereka telah mengantongi IUP dari Dinas ESDM Kaltim yang kewenangan saat itu memang berada di Pemerintah Provinsi. Meski pada tahun 2020 terdapat aturan baru yakni kewenangan berpindah  ke Pemerintah Pusat.

Menurutnya, hal ini disayangkan warga  Sanga Sanga dan terus disuarakan hingga kepada Kementerian ESDM. Pasalnya, dalam proses perpanjangan izin ini pemerintah dinilai kurang melakukan kajian mendalam dan hanya mengacu pada berkas yang ada.

Mestinya dalam proses perpanjangan izin tetap mengacu pada aturan berlaku, misalnya 3 bulan sebelum izin habis, harus mengajukan perpanjangan jika memang ingin diperpanjang.

“Tetapi ini tidak, tiba-tiba saja izin diperpanjang tanpa melakukan kajian mendalam di lapangan. Apalagi konveksi tambang ini begitu dekat dengan pemukiman warga dan tidak memberikan keuntungan,” kata Dasi.

Ia menambahkan, jelas hal ini tidak melakukan kajian lapangan secara mendalam, karena masyarakat setempat termasuk pihak Kecamatan dan Pemerintah Daerah  menolak aktivitas pertambangan yang dilakukan CV SSP. (Ahmad/ADV/DPRD Kaltim)