DALAM sebuah inisiatif yang tak ternilai dari Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, perlindungan perempuan di Bumi Etam mendapatkan sorotan yang pantas. Mereka baru-baru ini mengadakan sosialisasi yang memberikan perhatian besar pada isu ini, yang digelar di Kantor Desa Loa Duri Ulu, Kecamatan Loa Janan. Dalam rangkaian ini, mereka menjalin kolaborasi erat dengan Pusat Penelitian, Pengembangan, dan Klinik Hukum (Puslit) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Samarinda.
Para narasumber yang tampil dalam sosialisasi ini adalah Wakil Dekan Fakultas Hukum Untag Samarinda yang mempunyai kredibilitas tak terbantahkan, yaitu Fatimah Asyari, SH, MHum, dan seorang pengacara berpengalaman yang tak diragukan lagi, Raja Ivan Haryanto, SH. Mereka adalah pembawa cahaya yang memberikan perspektif dan pengetahuan yang tak ternilai dalam mengupas masalah yang sangat mendasar dan menyentuh dalam konteks Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Salah satu fokus utama yang muncul dalam diskusi adalah persoalan pernikahan dini, yang ternyata menjadi salah satu akar penyebab utama KDRT. Para narasumber membawa kita dalam perjalanan mendalam untuk memahami kerumitan masalah ini. Mereka tidak hanya merinci data dan fakta, tetapi juga mengaitkannya dengan dampak sosial yang jauh lebih dalam.
Ivan menjelaskan dengan bijak, “Pernikahan dini, dalam konteks ini, tidak sekadar akad nikah yang dilangsungkan pada usia muda. Ini adalah cermin dari permasalahan yang lebih besar di masyarakat.”
Ketika ditengok lebih jauh, disadari sebagian besar pasangan yang menjalani pernikahan dini, seringkali belum memiliki dasar hukum yang kokoh. Mereka menjalani pernikahan siri, yang mengakibatkan berbagai implikasi sosial dan hukum yang sangat serius.
Sorotan utama dalam sosialisasi ini adalah pentingnya menjadikan pernikahan sebagai institusi yang dijamin oleh hukum. Sosialisasi ini bukan hanya pertemuan rutin, tetapi suatu panggilan untuk memahami, mendukung, dan melindungi perempuan yang terjebak dalam situasi yang kurang menguntungkan.
“Perlindungan perempuan adalah lebih dari sekadar tugas, melainkan suatu panggilan hati yang harus diemban bersama,” tambahnya.
Melalui sinergi yang dibangun dalam kegiatan ini, dapat disimpulkan perlindungan perempuan bukanlah beban, tetapi komitmen bersama menjaga kemanusiaan dan martabat setiap individu. (*/adv)