BANGSA ini tengah disibukkan dengan hiruk-pikuk Pemilihan Presiden (PIlpres) yang akan berlangsung Februari 2024. Sebagaimana biasanya, banyak sisi yang bisa dikulik dari pelaksanaan Pilpres, termasuk yang kerap menjadi sorotan tentang netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk kalangan dosen. Hal ini senantiasa digaungkan saat Pilpres, karena sejatinya netralitas adalah prinsip dasar yang harus dipegang teguh oleh setiap ASN, termasuk dosen, untuk memastikan keadilan, keberlanjutan demokrasi, dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara. Netralitas dosen dalam pemilihan Calon Presiden merupakan landasan penting guna menjaga integritas dan kemandirian akademik.
Mengapa kemudian netralitas dosen menjadi mutlak dalam Pilpres? Sebab dosen adalah pilar utama penyelenggaraan pendidikan tinggi. Mereka diharapkan memiliki komitmen untuk tetap netral dalam hal preferensi politik. Di sisi lain, dosen memiliki peran strategis dalam membentuk pandangan mahasiswa, sehingga netralitas mereka penting untuk memastikan mahasiswa dapat mengembangkan pemikiran kritis dan independen. Jika dosen terlibat secara terbuka dalam kampanye politik atau menunjukkan preferensi jelas, hal ini dapat memengaruhi objektivitas dalam pengajaran dan pandangan mahasiswa.
Mereka tidak hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga berperan sebagai model dan pengaruh kuat. Ketika dosen menunjukkan preferensi politik secara terbuka atau terlibat dalam kampanye politik, hal ini dapat menciptakan ketidakseimbangan dalam penyampaian informasi. Ketika seorang dosen memiliki preferensi politik yang jelas, ada risiko bahwa pengajarannya dapat dipengaruhi oleh pandangan pribadi tersebut.
Ini dapat tercermin dalam pemilihan materi yang disampaikan, penekanan pada satu sudut pandang tertentu, atau bahkan penilaian yang tidak obyektif terhadap pandangan yang berbeda. Mahasiswa yang terpapar pada sudut pandang yang dominan ini mungkin kesulitan mengembangkan pemikiran kritis dan independen, karena mereka lebih cenderung terpapar pada satu narasi politik.
Padahal dalam lingkungan pendidikan tinggi, diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan keterampilan analitis dan pemikiran kritis mereka. Netralitas dosen adalah kunci untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan ini. Mahasiswa perlu diberikan kesempatan untuk mendengar berbagai sudut pandang dan merumuskan pemikiran mereka sendiri tanpa adanya tekanan politik dari pihak dosen. Oleh karena itu, netralitas dosen akan membuka ruang diskusi terbuka dan konstruktif di kelas, memungkinkan mahasiswa merasa nyaman mengemukakan pandangan mereka tanpa takut diskriminasi. Dengan begitu, netralitas dosen justru mendukung perkembangan intelektual mahasiswa, dan memastikan proses pendidikan berlangsung tanpa adanya bias politik yang merugikan.
Di samping itu, netralitas dosen tidak hanya berdampak pada tingkat individual, tetapi juga mencerminkan integritas lembaga pendidikan tinggi secara keseluruhan. Institusi pendidikan tinggi diharapkan menjadi lingkungan inklusif, di mana berbagai ide dan pandangan dapat diajukan dan didiskusikan tanpa adanya tekanan politik tertentu. Ini mengirimkan pesan kuat, bahwa lembaga tersebut menghargai keragaman pandangan dan memberikan ruang bagi mahasiswa dan staf mengembangkan pemikirannya. Ini menciptakan lingkungan, di mana ide-ide kontroversial dapat diungkapkan tanpa takut represalias, mendorong pertukaran ide yang sehat dan memperkaya pengalaman akademik.
Lebih lanjut lagi, keterlibatan dosen dalam politik praktis dapat merusak citra lembaga pendidikan tinggi. Masyarakat mengharapkan lembaga pendidikan untuk tetap netral dan menjadi penjaga kebenaran objektif. Jika dosen terlibat dalam politik praktis, lembaga tersebut dapat dianggap tidak netral, dan kepercayaan masyarakat terhadap integritas akademik dapat terkikis.
Dengan menjaga netralitas, lembaga pendidikan tinggi dapat mempertahankan reputasi mereka sebagai tempat yang menciptakan pemimpin yang objektif, kritis, dan memiliki integritas moral. Ini juga membantu lembaga tersebut tetap fokus pada misi utamanya, yaitu memberikan pendidikan yang bermutu dan memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan masyarakat secara luas. Sehingga masyarakat memiliki harapan, bahwa lembaga pendidikan tinggi akan menjadi penjaga kebenaran objektif, tempat di mana pengetahuan disampaikan tanpa adanya bias politik merugikan.
Kepercayaan masyarakat terhadap integritas lembaga pendidikan tinggi, erat kaitannya dengan keyakinan, dosen dapat memberikan pandangan yang adil dan seimbang terhadap berbagai isu. Jika dosen menunjukkan preferensi politik kuat, hal ini dapat menimbulkan keraguan terhadap keadilan dalam penyampaian materi pelajaran, evaluasi, dan penilaian akademik.
Selain itu, keterlibatan dosen dalam politik praktis dapat memicu kekhawatiran tentang keberlanjutan sistem pendidikan. Masyarakat ingin memastikan, lembaga pendidikan tinggi tidak hanya memberikan pendidikan bermutu, tetapi juga membentuk generasi yang memiliki pemikiran kritis dan independen. Jika dosen terlibat dalam politik yang dapat dipandang sebagai pertarungan kepentingan pribadi, hal ini dapat memicu keraguan terhadap tujuan dan nilai-nilai lembaga pendidikan.
Makanya, menjaga netralitas dosen memiliki arti penting bagi lembaga pendidikan tinggi agar dapat mempertahankan kepercayaan masyarakat, mengamankan integritas akademik, dan menjamin sistem pendidikan berfungsi sebagai garda terdepan dalam membentuk pemikiran kritis dan independen generasi mendatang. Sikap netralitas di sini, tidak hanya menyangkut integritas pribadi dosen, tetapi juga menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat, objektif, dan dapat dipercaya. Dosen memiliki tanggung jawab moral buat memastikan proses pendidikan tetap netral dan memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan demokrasi dan masyarakat secara keseluruhan. (*)
Penulis: Dr. Hj. Sy. Nurul Syobah, M.Si
Dosen Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) UINSI Samarinda