Transformasi Pendidikan Tinggi Islam di Kaltim: Peluang dan Tantangan Pasca Pemindahan Ibu Kota Negara

Loading

HM Tahir

DALAM konteks pemindahan Ibu Kota Nusantara (IKN) ke Kaltim, tentu membawa dampak signifikan, sekaligus dapat menjadi momentum positif bagi pengembangan pendidikan tinggi Islam di wilayah ini. Salah satunya, mendorong investasi signifikan dalam infrastruktur pendidikan. Tak bisa dipungkiri, pemindahan ibu kota negara sering kali menjadi fokus pembangunan nasional. Dalam konteks ini, lembaga-lembaga pendidikan tinggi dapat diuntungkan dari pembangunan atau perbaikan gedung perkuliahan, laboratorium, perpustakaan, dan fasilitas pendukung lainnya.

Ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Investasi infrastruktur pendidikan diharapkan dapat meningkatkan pengalaman belajar, mendukung pengembangan sumber daya manusia, dan memberikan dampak positif pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Dalam konteks ini, dukungan pemerintah sangat diharapkan, baik dukungan dalam bentuk finansial hingga dukungan kebijakan yang berpihak pada peningkatan kualitas pendidikan di daerah yang menjadi pusat pembangunan baru. Dukungan ini dapat berupa alokasi anggaran khusus, insentif pajak, atau program-program bantuan lainnya untuk memperkuat lembaga pendidikan tinggi.

Selain fokus pada infrastruktur pendidikan perlu pula menyelaraskan dengan peningkatan kualitas kurikulum. Dukungan investasi dalam infrastruktur oleh pemerintah, membuat lembaga pendidikan tinggi Islam, seperti UINSI Samarinda dapat mengalokasikan sumber daya tambahan untuk meningkatkan kualitas kurikulum. Peningkatan ini bisa mencakup penyempurnaan materi ajar, pengembangan program studi yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar, dan integrasi nilai-nilai Islam dengan konteks keilmuan lebih luas. Pembaruan kurikulum dapat disesuaikan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat setempat. Misalnya, pengembangan keterampilan praktis, yang dapat meningkatkan daya saing lulusan di pasar kerja.

Selanjutnya perlu mendapat diperhatikan sebagai kunci dalam menciptakan lingkungan akademis yang dinamis dan inklusif menyongsong IKN, yakni kolaborasi antara lembaga pendidikan tinggi Islam dengan lembaga-lembaga non-Islam. Ini bukan hanya kesempatan untuk saling belajar antaragama tetapi juga untuk mengembangkan program-program studi yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam dengan ilmu pengetahuan modern.

Dengan berkolaborasi, lembaga pendidikan tinggi dapat menciptakan program-program studi yang tidak hanya mencakup aspek keilmuan dari perspektif Islam, tetapi juga mengintegrasikan nilai-nilai tersebut dengan pengetahuan modern. Hal ini dapat menciptakan lingkungan yang memadukan tradisi dan inovasi, memungkinkan mahasiswa mendapatkan pemahaman yang lebih luas dan holistik.

Selain itu, kolaborasi semacam ini juga dapat memperkuat toleransi dan pemahaman antarbudaya di dalam lingkungan akademis. Ini adalah langkah positif dalam menyongsong keragaman dan membangun jembatan antar komunitas yang berbeda. Pada gilirannya, kolaborasi ini, dapat menciptakan lingkungan akademis yang lebih kaya dan beragam, memberikan mahasiswa kesempatan untuk mengembangkan pemahaman mendalam tentang berbagai perspektif dan nilai-nilai yang berbeda.

Tentu saja, dalam menyambut peluang ini, perlu juga menjadi perhatian untuk menjaga identitas dan nilai-nilai lembaga pendidikan tinggi Islam. Dengan adanya Ibu kota negara baru, tantangan seperti mempertahankan keberagaman dan menghadapi perubahan sosial mungkin perlu dihadapi dengan bijaksana.

Ketika suatu wilayah mengalami perubahan besar seperti pemindahan ibu kota, hal ini dapat membawa tantangan tersendiri bagi lembaga pendidikan tinggi Islam. Salah satu tantangan utama adalah mempertahankan keberagaman dalam identitas kultural dan keagamaan. Dengan perubahan sosial yang mungkin terjadi seiring dengan perkembangan baru ini, penting bagi lembaga-lembaga tersebut untuk tetap teguh pada nilai-nilai inti dan identitas mereka.

Menjaga keberagaman di tengah perubahan dapat melibatkan upaya untuk mempromosikan dialog terbuka antara berbagai kelompok masyarakat, menjaga ruang untuk kebebasan akademis, dan memastikan bahwa lembaga pendidikan tetap menjadi tempat yang inklusif bagi semua. Ini bisa mencakup pengembangan program-program studi yang memahami dan menghormati berbagai perspektif.

Selain itu, menghadapi perubahan sosial dengan bijaksana juga mencakup adaptasi terhadap perubahan dalam kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Lembaga-lembaga pendidikan tinggi Islam perlu bersikap responsif terhadap dinamika sosial yang berkembang, sambil tetap mempertahankan nilai-nilai fundamental mereka.

Dalam konteks ini, kolaborasi antar lembaga pendidikan tinggi, baik Islam maupun non-Islam, dapat menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang dinamis namun tetap mempertahankan identitas unik masing-masing. Ini dapat membantu lembaga-lembaga tersebut tetap relevan dan memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan masyarakat di sekitarnya.

Merujuk pada hal-hal tersebut, UINSI Samarinda sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi Islam di Kaltim dapat memainkan peran kunci dalam membentuk arah pendidikan tinggi Islam di daerah ini dalam menyosong IKN.  Bukan hanya itu, UINSI Samarinda dapat menjadi lembaga pendidikan tinggi yang lebih unggul, responsif terhadap perubahan zaman, mencetak lulusan yang siap menghadapi tantangan, dan tetap memegang teguh nilai-nilai keislaman dalam pengembangan pendidikannya.  (*)

Penulis:

Dr. H.M. Tahir, S.Ag., MM.

Dosen Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) UINSI Samarinda

 

Share on whatsapp
Share on telegram
Share on twitter
Share on facebook
Share on pinterest
Share on print