Samarinda – Kegiatan sosialisasi Program Perlindungan Perempuan yang diselenggarakan Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim bersama Pusat Penelitian, Pengembangan, dan Klinik Hukum Untag Samarinda, membuka ruang diskusi tentang meningkatnya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), terutama di kalangan masyarakat pendatang.
Salah satu warga, Amat, dari RT 10, Desa Loa Duri Ulu, Kecamatan Loa Janan, memberikan pandangan tentang kendala yang dihadapi masyarakat pendatang terkait status warga dan adanya pernikahan siri. Menurutnya, masalah ini menjadi penyebab utama meningkatnya kasus KDRT di lingkungan mereka.
Amat menyampaikan, “Banyak dari kami adalah pendatang yang tinggal di sini hanya berdomisili. Status warga yang tidak tercatat sebagai masyarakat desa membuat kami merasa kurang mendapatkan perlindungan yang cukup.” Ia menambahkan, banyak pasangan suami istri tidak menikah secara hukum, hanya menjalani pernikahan siri tanpa dasar hukum yang jelas.
Hal ini menjadi perhatian serius, mengingat perlunya perlindungan dan dukungan lebih dalam menanggulangi kasus KDRT. Menurut para ahli hukum yang hadir dalam acara tersebut, ketidakjelasan status warga dan pernikahan siri bisa menjadi kendala dalam memberikan perlindungan hukum dan sosial kepada korban KDRT.
Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim bersama dengan Pusat Penelitian, Pengembangan, dan Klinik Hukum Untag Samarinda, berupaya untuk meningkatkan akses penduduk pendatang terhadap layanan administrasi kependudukan dan memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai pentingnya pernikahan yang sah secara hukum.
Sosialisasi ini diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam masyarakat, meningkatkan kesadaran akan pentingnya status warga yang jelas dan pernikahan yang sah, serta mengurangi kasus KDRT di kalangan pendatang. (adv/dkp3a kaltim)