Samarinda – Dalam Sosialisasi Program Perlindungan Perempuan yang diselenggarakan oleh Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim bersama Pusat Penelitian, Pengembangan, dan Klinik Hukum Untag Samarinda, Arbayah, warga RT 09, Desa Loa Duri Ulu, Kecamatan Loa Janan, menyoroti ketidakpastian hukum yang meresahkan masyarakat setempat terkait kasus gangguan terhadap perempuan.
Arbayah mengungkapkan, “Seringkali kami mengalami gangguan yang merugikan kenyamanan kami, terutama para perempuan. Namun, kami merasa kecewa karena penanganan dari pemerintah dan aparat keamanan masih belum tegas. Pelaporan seringkali berada dalam kondisi delik aduan, dan ketika korban mencabut laporan, kasus dianggap selesai.”
Kondisi ini menciptakan ketidakpastian hukum yang memberikan dampak negatif pada keamanan dan perlindungan perempuan. Arbayah menyatakan, banyak korban yang merasa terbebani dengan proses hukum yang tidak jelas, sehingga akhirnya memutuskan untuk mencabut laporan demi mengakhiri ketidakpastian tersebut.
Dalam tanggapannya, Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim menegaskan komitmennya untuk meningkatkan ketegasan dalam penanganan kasus gangguan terhadap perempuan. Mereka akan berkoordinasi dengan aparat keamanan untuk mencari solusi yang lebih efektif dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para korban.
Pusat Penelitian, Pengembangan, dan Klinik Hukum Untag Samarinda juga berjanji untuk memberikan dukungan hukum yang lebih intensif agar kasus-kasus gangguan terhadap perempuan dapat ditangani dengan lebih serius dan mendapatkan keadilan.
Masyarakat diharapkan dapat terus melibatkan diri dalam pelaporan kasus dan bersama-sama mendukung upaya pemerintah dan aparat keamanan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seluruh warganya. (adv/dkp3a kaltim)