Samarinda – Anggota DPRD Kalimantan Timur, Salehuddin, mengajukan permintaan kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Provinsi Kaltim untuk merevisi indikator kemiskinan yang saat ini dijadikan patokan. Salehuddin berpendapat bahwa indikator yang digunakan saat ini, terutama yang berbasis pada kondisi sanitasi dan bahan bangunan rumah kayu, dianggap tidak relevan untuk diaplikasikan di Kaltim.
Menurutnya, mengukur tingkat kemiskinan berdasarkan sanitasi dan jenis lantai rumah tidak sesuai dengan realitas di Kaltim. Contohnya, desa-desa nelayan di Kaltim, meskipun menggunakan sungai sebagai fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK) dan memiliki rumah kayu dengan lantai papan, namun memiliki pendapatan yang tinggi, memiliki tabungan, dan mampu mendukung pendidikan anak-anak mereka.
“Di desa nelayan, banyak warga yang ekonominya baik, memiliki tabungan signifikan di bank, bahkan mampu mengirim anak-anak mereka untuk kuliah di luar negeri,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Salehuddin mengkritik bahwa jika indikator kemiskinan yang ada saat ini tidak mencerminkan kondisi sosial sebenarnya di Kaltim, terutama terkait rumah-rumah di atas sungai yang menggunakan sungai sebagai fasilitas sanitasi, dan rumah yang terbuat dari kayu dengan lantai papan, maka indikator tersebut seharusnya tidak dijadikan sebagai patokan pasti untuk mengukur kemiskinan. “Oleh karena itu, untuk Kaltim, indikator tersebut jelas tidak relevan,” tegasnya.
Dengan demikian, Salehuddin menekankan perlunya kesepakatan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk menyusun indikator kemiskinan yang lebih akurat. “Jika kita terus menggunakan indikator yang ada, maka data kemiskinan yang dirilis oleh BPS bisa dipastikan tidak mencerminkan kondisi alam Kaltim,” pungkasnya. (*/adv/dprd kaltim)