Diskominfo-Kaltim

Pemprov Kaltim dampingi 88 komunitas menuju pengakuan MHA

Loading

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim Puguh Harjanto (baju putih kebiruan dan mengenakan selendang) bersama masyarakat adat di Kabupaten Kutai Barat.(Foto: Gof)

Samarinda – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) pada 2024 ini berhasil membina dan mendampingi 240 masyarakat adat yang berasal dari 88 komunitas adat, untuk menuju pengakuan dan pengesahan Masyarakat Hukum Adat (MHA).

“Pembinaan dan pendampingan yang dilakukan antara lain peningkatan kapasitas, fasilitasi verifikasi teknis, dan lainnya,” ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim Puguh Harjanto di Samarinda, Sabtu.

Pendampingan dan pembinaan ini dilaksanakan sesuai amanat konstitusi Undang Undang Dasar 1945, yakni pada Pasal 18 B yang menyatakan, negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisional, sepanjang masih hidup, sesuai perkembangan masyarakat, dan prinsip NKRI.

Pengakuan MHA dari sudut pandang Permendagri 52/2014 (Pasal 2), maka gubernur dan bupati/ wali kota melakukan pengakuan dan perlindungan MHA.

Dalam melakukan pengakuan dan perlindungan MHA, katanya, maka bupati/ wali kota membentuk Panitia Masyarakat Hukum Adat, sehingga panitia dapat melakukan tahapan identifikasi, verifikasi, dan validasi.

“Sejak 2021-2024 Kaltim memiliki 27 dokumen permohonan untuk pengakuan MHA. Dari jumlah ini, 13 telah diverifikasi teknis pada 2024, sedangkan 14 dokumen lainnya masih menunggu verifikasi teknis dari panitia MHA di kabupaten,” katanya.

Puguh juga mengatakan, saat ini di Kaltim telah ada tujuh MHA, yakni dua di Kabupaten Paser yang meliputi MHA Mului di Desa Swan Slutung dan MHA Paring Sumpit.

Kemudian empat lainnya berada di Kabupaten Kutai Barat, yakni MHA Benuaq Madjaun, MHA Benuaq Telimuk, MHA Bahau Uma Luhat, MHA Peninyau, dan MHA Tonyooi Juaq Asa.

“Dalam penetapan MHA ini fokus provinsi adalah pengawalan, pembinaan, pendampingan, dan fasilitasi, sedangkan untuk penetapan menjadi wewenang bupati dan wali kota masing-masing,” ujarnya.

Menurutnya, untuk memperoleh pengakuan MHA memang tidak mudah, mengingat banyak aspek yang harus diidentifikasi, antara lain terkait bentuk kebudayaan material, benda pusaka, tanah komunal, asal-usul, sejarah wilayah, batas wilayah adat, struktur penguasaan dan kepemilikan tanah, serta sumber daya alam.

Kemudian aspek struktur ruang wilayah adat, hukum adat yang berlaku, sanksi adat, struktur dan kewenangan lembaga adat, perangkat lembaga adat beserta fungsi dan tugas, tata cara suksesi kepemimpinan lembaga, serta tata cara pengambilan keputusan dalam lembaga adat.(Adv)